Lir-ilir, lir-ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surak o… surak hiyo…
Ada yang merasa asing dengan lagu
Ilir-Ilir ini? Salah satu Lagu Jawa kuno yang telah di aransemen banyak
orangdan menjadikan kebanyakan orang tahu lagu ini. Tapi tahukah Anda, apa saja
makna yang terkandung di dalam lagu Lir-Ilir ini?
Lir ilir bukan sekadar lagu
permaianan (dolanan) biasa, tapi lagu di atas mengandung makna yang sangat
mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan Kalijogo ini memberikan hakikat kehidupan
dalam bentuk syair yang indah.
Apakah makna yang terkandung dari lagu jawa ini? Mari kita menggali
dan memahami maknanya.
Lir-ilir, lir-ilir
Lagu atau tembang ini dimulai dengan
ilir-ilir yang memiliki makna bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah
(karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi
yang menjadi perhatian kita, apakah yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu
untuk dibangunkan? Hal Apa yang harus dihidupkan?
Apapun itu yang penting adalah
ada sesuatu yang musti dihidupkan. Dan pokok intinya adalah ajakan untuk
berdzikir, berdzikir mengingat sang pencipta kita, pencipta alam semesta, Allah
swt. Dengan mengingat Allah swt, maka ada sesuatu yang sedang dihidupkan.
Tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten
anyar.
Bait ini memiliki pertalian makna kalau kita telah
melaksanakan dzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan
pohon yang hijau dan indah. Tandure bermakna Pohon, di sini artinya adalah
sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita.
Temanten anyar, yang arti bahasa
Indonesianya adalah Pengantin baru. Maksudnya ada yang mengartikan sebagai
Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam.
Sedemikian massifnya hasrat masyarakat
untuk masuk ke agama Islam, namun taraf pemahaman dan implementasinya masih
level awal, seperti layaknya pengantin baru dalam jenjang kehidupan
pernikahannya.
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.
Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan
“Pak Direktur” , “Pak Presiden” atau yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ?
Cah angon yang dalam bahasa Indonesia berarti anak pengembala, memiliki maksud seorang
yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya menuju
jalan yang benar.
Lalu, kenapa “Blimbing” ? ini
merupakan filosofi yang menarik. Blimbing memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu
adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing
yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam.
Kenapa “Penekno” atau panjatlah
dalah bahasa Indonesia? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa
jaman dahulu ketika Islam memasuki Nusantara, yaitu untuk mengambil Islam dan
mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan
Islam.
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Walaupun rintangan yang dihadapii
banyak dan dengan bersusah payah, tetaplah ambil (tanggungjawab) itu untuk
membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa
ini yang harus dibersihkan.
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir.
Pakaian taqwa harus kita
bersihkan, maksudnya dengan membuang hal-hal yang jelek, kita tinggalkan
sejauh-jauhnya, kemudian perbaiki dengan perbuatan-perbuatan baik, kita rangkai
hingga menjadi pakain yang indah, “sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Pesan dari para Wali zaman dahulu
bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk
mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah
ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari yaumul hisab kelak.
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.
Sekali lagi, para wali
mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu
hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata,
ketika usia masih menempel pada hayat kita.
Yo surak o surak hiyo.
Sambutlah seruan ini dengan gegap gempita, sorak sorai “mari
kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan
seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan
kepada kamu” (Al-Anfal :25).