Sebelum menceritakan tentang kisah nabi khidir dan nabi musa
dalam al quran, kita terlebih dahulu akan mencoba mengingat kembali tentang
Nabi Musa AS. beliau adalah putra Imran dan Yuhanadz. Allah swt mengangkatnya
sebagai Rasul dan menugasinya untuk menyadarkan Firaun, Raja Bangsa Qibti di
Mesir. Setelah melalui perjuangan berat dan panjang, beliau akhirnya dapat
menamatkan kekuasan Firaun.
Setelah berhasil menaklukkan Firaun dan menguasai negeri
Mesir, suatu hari Nabi Musa AS berpidato dihadapan kaumnya, Bani Israil. Dia
mengingatkan kaumnya akan nikmat-nikmat Allah swt yang telah begitu banyak
diberikan kepada mereka. Kemudia ada salah seorang diantara kaumnya yang
bertanya, “siapakah orang yang paling alim?”
“Aku” jawab Nabi Musa AS.
Atas jawaban itu, Allah swt menegur Nabi Musa AS, karena
memberikan jawaban pasti tanpa mengatakan, Allah swt lah yang lebih tahu. Dan
Allah swt kemudian mewahyukan kepada Putra Imran itu,
“Aku punya seorang hamba di pertemuan dua laut, dia lebih
alim daripada kamu.”
“Ya Allah, bagaimana caranya aku bisa menemuinya?” tanya
Nabi Musa AS
“Bawalah ikan dalam keranjang, dimana ikan itu hilang, maka
disitulah hamba-Ku berada.” Kata Allah swt.
Kemudian, nabi Musa AS menuruti petunjuk tersebut, dan
berangkatlah beliah menyusuri pantai bersama muridnya yang juga keponakannya,
Yusya’ ibn Nun ibn Ifratsim ibn Yusuf AS.
Nabi Musa AS berkata, “Aku tidak akan berhenti berjalan
sebelum sampai di pertemuan dua laut atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun.”
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang panjang dan
melelahkan. Keduanya sampai pada sebuah bongkahan batu besar. Kemudian keduanya
tidur disitu karena kelelahan. Pada saat itulah ikan dalam keranjang yang
sedianya akan dijadikan makanan itu keluar dan melompat ke dalam laut. Allah
swt membekukan air yang dilewati ikan tersebut, sehingga menyerupai jalan yang
sangat panjang. Disitulah pertemuan dua laut yang sedang dicari Nabi Musa AS.
Ketika ikan dalam keranjang itu melompat ke dalam laut. Nabi
Musa AS masih tertidur, dan Yusya’ enggan untuk membangunkannya, hanya berjanji
akan memberitahukannya ketika Musa AS bangun nantinya. Akan tetapi yang
terjadi, sesampainya Nabi Musa AS bangun, Yusya’ juga terlupa untuk
menyampaikan apa yang sudah dilihatnya tadi. Padahal mereka sudah melanjutkan
perjalanannya selama sehari semalam.
“nah, itu tempat yang sedang kita cari” kata Nabi Musa AS
Keduanya, lalu kembali menuju tempat menghilangnya ikan
dalam keranjang itu kemarin. Sesampainya di tempat itu, tampaklah sebuah jalan
panjang menuju ke tengah laut.
Selanjutnya, seperti firmah Allah swt yang menceritakan
sendiri kisah inspiratif ini dalam Al Quran Surat Al-Kahfi: 62-82 sebagaimana
berikut ini.
62. maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa
kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini”
63. Muridnya menjawab: “Tahukan kamu tatkala kita mencari
tempat berlindung di batu tadi, sungguh aku lupa menceritakan kepadamu tentang
ikan itu, dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali
syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.
64. Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari” lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba diantara
hamba-hamba Kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
66. Musa berkata kepada Khidhir:”Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang diajarkan
kepadamu?”
67. Dia menjawab :”Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu
belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”
69. Musa berkata:”Insya Allah kamu akan mendapati aku
sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam satu pun
urusan.”
70. Dia (Khidir) berkata: “Jika kamu mengikutiku, janganlah
kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu.”
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya
menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata:”Mengapa kamu melubangi
perahu itu hingga kamu menenggelamkan penumpangnya?” sesungguhnya kamu telah
berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72. Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata,
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama aku.”
73. Musa berkata:”Janganlah kamu menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku.
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya
berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhir membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa
kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”.
75. Khidhir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu,
bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
76. Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang
sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu,
sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai
kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu,
tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya
mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr
menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil
upah untuk itu”.
78. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan
kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu
tidak dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin
yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di
hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
80. Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah
orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi
mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih
dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak
yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,
sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya
mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai
rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku
sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat
sabar terhadapnya”.
Menurut para ahli tafsir, hamba dalam QS Al Kahfi 62-82 itu
adalah Khadhir atau Khidhir. Dan yang dimaksud dengan rahmat disitu adalah
wahyu dan kenabian. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu tentang
yang gaib seperti yang telah diterangkan dalam ayat Al-Quran selanjutnya.
Sekilas tentang bongkahan batu yang disebutkan dalam cerita
diatas, adalah terletak antara Ceuta dan Tangier, pesisir utara Maroko. Dan
yang dimaksud “dua laut” itu adalah Laut Tengah dan Samudera Atlantik. Antara
keduanya adalah Selat Jabat Thariq atau Gibraltar. Versi lain menyebutkan dua
laut itu adalah pertemuan antara Teluk Suez dan Teluk Aqabag yang bertemu di
bagian utara Laut Merah (Ahmad Ibn
Ajibah, Tafsir Al Bahr al Madid Juz 4 hal 182), Ishdar al Marji al Akbar.
Sumber: Menyimak kisah dan hikmah Nabi Khidir