Kisah inspiratif
islami menceritakan bahwa peristiwa Perjanjian Hudaibiyah atau gencatan senjata
antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy terjadi pada tahun 6 H, waktu itu Rasulullah
saw mengutus beberapa sahabat. Para sahabat dikirim kepada raja-raja bangsa
Arab dan non-Arab untuk mendakwahkan Islam. Salah seorang sahabat yang diutus Rasulullah
adalah Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Ia ditugaskan untuk menyampaikan surat seruan
Islam kepada Heraclius, Kaisar kerajaan Romawi waktu itu.
Ketika Dihyah datang ke Romawi, Dihyah pun diterima oleh
Heraclius dengan tangan terbuka dan disambut dengan baik. Kemudian ia
menyampaikan surat seruan Islam dari Rasulullah saw kepada sang Kaisar Romawi
itu.
Setelah Heraclius membaca isi surat Rasulullah saw, ia
segera memerintahkan pengawalnya untuk mencari orang-orang yang telah mengenal Muhammad.
Kebetulan, pada saat itu Abu Sufyan bin Harb berada di Romawi, sedang bersama
serombongan kafilah dagang suku Quraisy.
Para pengawal kerajaan pun melaporkan keberadaan Abu Sufyan
dan teman-temannya kepada Heraclius, sang kaisar. Maka dipanggillah Abu Sufyan
yang masih membenci Islam bersama teman-temannya ke istana Romawhi dihadapkan
kepada Kaisar Romawi tersebut.
Abu Sufyan dan teman-temannya datang menghadap Heraclius
dengan percaya diri. Dengan didampingi seorang translater atau penerjamah , Heraclius
mengawali perbincangan dengan pertanyaan sebagai berikut,
"Siapa di antara
kalian yang paling dekat hubungannya dan memiliki garis keturunan yang berdekatan
dengan orang yang mengaku seorang nabi ini?"
Abu Sufyan menjawab, "Saya, Tuan Kaisar!"
Imam Al Bukhari meriwayatkan langsung dari Abu Sufyan,
terkait terjadinya dialog antara Heraclius dan Abu Sufyan di hadapan para
petinggi Istana kekaisaran Romawi. Seperti yang telah di ceritakan Abu Sufyan
kepadanya.
Heraclius : "Bagaimana kedudukan dia (Nabi), diantara keluarganya
di antara kalian?"
Abu Sufyan : "Ia berasal dari garis keturunan pembesar
Quraisy."
Heraclius : "Adakah di antara keluarganya ada juga yang
mengaku Nabi?"
Abu Sufyan : "Tidak ada Tuan."
Heraclius : "Adakah di antara orang tua dan nenek
moyangnya yang menjadi raja atau kaisar di sana?"
Abu Sufyan : "Tidak ada juga Tuanku."
Heraclius : "Apakah pengikut agamanya itu orang kaya
ataukah orang kebanyakan?"
Abu Sufyan : "Pengikutnya adalah orang orang lemah, banyak
orang miskin, budak, dan wanita muda."
Heraclius : "Kemudian, bagaimana perkembangan jumlah yang
menjadi pengikutnya, semakin bertambah atau berkurang?"
Abu Sufyan dalam kisah inspiratif islami ini menjawab dengan
pengetahuannya kembali:
"semakin hari,
maka para pengikutnya semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu Tuanku,
dan kami kesulitan melarangnya."
Heraclius : "Apakah para pengikutnya itu tetap setia
kepadanya ataukah merasa dikecewakan kemudian berbalik meninggalkannya, setelah menerima ajakan
dakwahnya?"
Abu Sufyan : "Tidak ada seorang pun yang mau meninggalkannya."
Heraclius : "Sebelum dia mengaku menjadi nabi, apakah
dia orang yang suka berdusta?"
Abu Sufyan : "Tidak pernah."
Heraclius : "Pernahkah orang yang mengaku nabi ini mengingkari
janji atau mengkhianati kepercayaan dan perjanjian yang diberikan dan dibuat kepadanya?"
Abu Sufyan : "Tidak pernah. Kami baru saja melakukan sebuah
perjanjian gencatan senjata dengannya dan menunggu apa yang akan
diperbuatnya."
Heraclius : "Pernahkah engkau berperang
dengannya?"
Abu Sufyan : "Pernah."
Heraclius : "Bagaimana hasilnya?"
Abu Sufyan : "Kadang-kadang kami yang menang,
kadang-kadang dia dan pengikutnya yang mengalahkan kami."
Heraclius : "Apa yang dia perintahkan kepadamu?"
Abu Sufyan : "Dia memerintahkan kami untuk menyembah dan
meng-esakan Allah swt. dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun,
meninggalkan perbuatan takhayul dan agama nenek moyang kami, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan berbuat baik kepada fakir miskin dan yatim piatu, bersikap
jujur dan dapat dipercaya, memelihara amanah yang dititipkan kepada kita dan
mengembalikan dengan cara yang utuh, menyambung dan memelihara silaturrahim
dengan semua orang, dan yang paling penting dengan keluarga kita sendiri."
Lalu, Kaisar Heraclius memberikan beberapa tanggapan berdasarkan
dialognya tersebut, sebagai jawabannya kepada Abu Sufyan melalui penerjemahnya.
seperti dikisahkan oleh Abu Sufyan r.a,
Heraclius adalah kaisar yang cerdas dan pintar, maka
kemudian Heraclius menjelaskan kembali: "Aku selanjutnya bertanya kepadamu
mengenai silsilah riwayat keluarga Muhammad itu, dan kau menjawab dia adalah
keturunan bangsawan terhormat dan garis keturunan yang baik. Nabi-nabi
terdahulu pun berasal dari keluarga yang terhormat di antara kaumnya.
Aku kemudian menanyakan kepadamu apakah di antara
keluarganya ada yang juga menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini aku memastikan
bahwa orang ini memang tidak pernah mendapat pengaruh dari siapa pun dalam hal
kenabian yang diikrarkannya, dan tidak meniru siapa pun dalam keluarganya itu.
Aku bertanya kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi pembesar,
raja atau kaisar. Jawabannya tidak ada. Jika ada leluhurnya yang menjadi pembesar
di Arab, aku berasumsi dia sedang berusaha merebut kembali kekuasaan leluhurnya.
Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah berbohong dan
ternyata menurutmu tidak pernah. Orang yang tidak pernah sekalipun berdusta
kepada sesama manusia, tentu tidak akan berdusta kepada Allah.
Kemudian Aku bertanya kepadamu mengenai golongan orang-orang
yang menjadi pengikutnya dan menurutmu, para pengikut agama baru itu adalah
orang miskin dan hina. Itu juga terjadi dengan orang-orang dahulu yang mendapat
panggilan kenabian dan menerima wahyu.
Aku bertanya kepadamu tentang jumlah para pengikut agama
Islam ini bertambah atau berkurang seiring berjalannya dakwahnya. Jawabanmu Abu
Sufyan, jumlah mereka terus bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini juga merupakan
sebuah tanda yang terjadi pada iman kita sampai keimanan itu lengkap.
Aku bertanya kepadamu apakah ada diantara pengikutnya yang
meninggalkannya setelah menerima agamanya dan menurutmu tidak ada sama sekali.
Itulah yang terjadi jika keimanan sejati, jika telah mengisi hati seseorang dengan benar,
sulit untuk ditaklukkan.
Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah melakukan cidera janji
dan menurutmu tidak pernah. Sifat dapat dipercaya merupakan ciri kerasulan yang
paling penting dimiliki seorang nabi.
Aku bertanya kepadamu apakah engkau pernah berperang
dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu ketika kaummu berperang dengannya
dan pengikutnya, kadang engkau yang menang dan kadang dia dan pengikutnya yang
menang dalam urusan duniawi.
Para nabi pun tidak pernah selalu menang, tetapi mereka
mampu mengatasi masa-masa sulit perjuangan, pengorbanan, dan kerugiannya. Mampu
menyemangati pengikutnya sampai akhirnya mereka mendapatkan kemenangan.
Aku bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya dan di
serukan kepadamu, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan
tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala,
pagan-paganmu, dan dia menyuruhmu mendirikan shalat, bicara jujur, serta penuh
perhatian. Jika apa yang kaukatakan itu benar, maka dia akan segera berkuasa di
tempat aku memijakkan kakiku ini.
Aku menyadari bahwa orang ini bakal lahir, tetapi saya tidak
menyadari bahwa, nabi yang dijanjikan ini bakal lahir dari kaummu (orang Arab).
Jika saya menyadari saya mampu mendekatinya, saya bakal pergi menemuinya. Jika
dia tersedia di sini, saya bakal membasuh kedua kakinya dan agamanya bakal
menguasai sampai negara Romawi ini!"
Selanjutnya, Heraclius berkata kepada Dihyah Al-Kalbi,
"Sungguh wahai pembawa seruan ini, saya menyadari bahwa sahabatmu itu
seorang nabi yang telah diutus untuk kebaikan dunia ini, yang kita terhitung
sudah menunggu dan kita ketahui berita kedatangannya di dalam kitab yang kita
imani. Namun, saya was-was orang-orang Romawi bakal menjalankan perilaku yang
buruk kepadaku. Kalau bukan karena itu, saya bakal mengikutinya!"
Untuk membuktikan perkataannya tersebut, Heraclius
memerintahkan orang-orangnya untuk mengumumkan, "Sesungguhnya kaisar sudah
ikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!" Seluruh pasukannya bersama
persenjataan lengkap serentak menyerbu ke di dalam ruangan area Kaisar berada,
lantas mengepungnya.
Kemudian Kaisar Romawi itu berkata, "Engkau sudah
melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, saya was-was kepada
rakyatku!"
Heraclius membubarkan pasukannya dengan menyuruh pengawalnya
mengumumkan berita, "Sesungguhnya kaisar lebih suka bersama kalian. Tadi
ia sedang menguji kalian untuk menyadari kesabaran kalian di dalam agama
kalian. Sekarang pergilah!"
Mendengar pengumuman tersebut, pasukan yang sudah mengawal
kaisar dan hendak menyerang Kaisar tadi balik kanan membubarkan diri. Sang
Kaisar pun menulis surat untuk Rasulullah saw yang berisi, "Sesungguhnya
saya sudah masuk Islam." Kaisar terhitung menitipkan hadiah lebih dari
satu dinar kepada Rasulullah saw.
Ketika Dihyah Al Kalbi itu menyampaikan pesan Raja Heraclius
kepada Rasulullah saw, maka beliau berkata, "Musuh Allah itu dusta! Dia
masih beragama Nasrani."
Rasulullah saw pun membagi-bagikan hadiah yang berupa uang
dinar itu kepada kaum muslimin.
sumber : Cerita inspirasi muslim