Teman-teman pembaca sekalian,
kisah inspiratif yang akan tersaji kali ini adalah sebuah pelajaran tentang
keseimbangan. Kepada para pembaca blog ini, terlebih yang berasal dari Jawa
Tengah. Tentu sudah tidak asing dengan syair dan lagu berjudul Sluku-sluku
Bathok berikut.
Sluku-sluku bathok,
Bathoké éla-élo
Si Rama menyang Solo,
Oléh-oléhé payung mutho.
Mak jenthit lolo lo bah,
Yén mati ora obah
Yén obah medéni bocah,
Yen urip goléko dhuwit"```
Beberapa makna hikmah, dari penggalan lagu Jawa diatas, kita
coba urai untaian makna dan hikmahnya.
“Sluku-sluku bathok”
Memiliki sebuah inspirasi bahwa
kehidupan yang kita jalani tidak boleh dihabiskan hanya untuk bekerja, memenuhi
keinginan kita. Ketika Waktunya Rehat, ya sebaiknya kita istirahat, bertujuan untuk
menjaga jiwa dan raga kita agar selalu dalam kondisi seimbang. Bathok yang
dalam bahasa Jawa adalah tempurung kelapa, di identikkan dengan kepala kita.
Kepala kita perlu memiliki waktu khusus untuk beristirahat agar maksimal kemampuan
yang di keluarkannya.
“Bathoké éla élo”
Dengan berdzikir *(éla-élo = Laa
Ilaaha Ilallah)*, Isyarat yang biasa kita perhatikan. Ketika kita berdzikir mengingat
Allah, syaraf neuron di otak kita akan mengendur. Ingatlah Allah swt, dengan
mengingat-Nya hati menjadi tentram, perbanyak dzikir dimasa rehat.
“Si Rama menyang Solo”
“Siram” (mandilah, bersucilah),
bersihkan badan kita dengan air yang suci dan mensucikitan, kemudian kita
lanjutkan “menyang” yang berarti (menuju), “Solo” atau Sholat. Lalu bersucilah dan dirikanlah sholat. Pit
Stop untuk setiap kesempatan mengingat Allah swt. melalui ritual Shalat 5
waktu.
“Oléh-oléhé payung mutho”
Maka kita akan beroleh perlindungan (payung) naungan dari Allah swt, Tuhan sesembahan kita.
“Mak jenthit lolo lo bah”
Bahwa Kematian itu ketika datang tiba-tiba,
tak ada seorang makhluk pun yang mengetahuinya. Tak dapat diprediksi waktunya,
dan juga tak juga terkira. Kita tidak bisa mengaturnya, tidak bisa dimajukan
atau dimundurkan walau sesaat.
“Wong mati ora obah”
Saat kematian itu datang, semua
sudah terlambat. Kesempatan beramal dan berbuat baik terhenti.
“Yen obah medéni bocah”
Banyak Jiwa Yang telah mati, Rindu
UntukKembali PadaAllah ingin minta dihidupkan lagi, akan tetapi Allah tak pernah
mengizinkannya. Jika mayat hidup lagi maka bentuknya pasti menakutkan (medeni
bocah) dan dampak buruknya tentu lebih besar.
“Yén urip goléko dhuwit”
Kesempatan untuk beramal hanya
ada di saat sekarang , saat kita masih hidup (selagi mampu sekaligus ada waktu). Bukan dengan penundaan, bukan nanti
(ketidakmampuan dan hilangnya kesempatan), tempat beramal hanya di Dunia ini
bukan di sana (Akhirat), karena di akhirat sana bukan tempat untuk beramal
(bercocok tanam) tapi adalah tempat berhasil (panen raya).
Thanks for reading Sluku-sluku Bathok